Senin, 28 Mei 2012

Pak Kyai (bagian I)


Semuanya berjalan pelan, apa yang ada padaku hanya nama yang selalu diingat oleh penduduk. Aku tidak lebih dari Kyai kampung yang akrab dengan ibu-ibu tua, santri-santri pondok pesantren, petani-petani bersarung, pedagang-pedagang, dan penduduk kampung nelayan. Mereka semua akrab denganku, wajar kalau di kantorku tamu-tamu kehormatan tidak hanya pejabat, namun penduduk biasa yang mengadu permasalahan tanah, uang, anak, bahkan carok.
Kyai berpolitik, seringkali jadi permasalahan bagi banyak orang. Bagiku pengetahuanku tentang agama adalah pedoman, bahwa religiusitas akan kosong melompong kalau hanya terus ditahan. Politik soal perjuanganku, aku tak ingin tak berarti dengan ilmuku. Pengemis dan orang-orang yang masih miskin harus diperjuangkan kepentingannya.
Seorang wakil bupati, kantorku lebih mirip kecamatan, di sana-sini bangunan setengah jadi dan puing-puing batu yang belum juga terplester. Satu pendopo, satu aula, satu dapur, satu tempat satpol PP, dan sisanya menjadi tempatku menyalurkan hobi, memelihara burung perkutut, ayam, dan sebuah gazebo untuk bersantai.

Orang biasa memanggilku dengan panggilan Ra, atau Kyai, karena memang ayahku adalah seorang Kyai besar disini. Aku diuntungkan karena takdir, dalam sistem pesantren dan masyarakat tradisional religiusitas menjadi sesuatu yang penting.
Seorang isteri setia, dua orang anak laki-laki dan satu orang perempuan yang masih kecil menjadi teman yang menyenangkan. Rumah selalu menjadi kerinduan saat jadwal begitu padat, mengisi pengajian di desa, kecamatan, dan sesekali di luar kota.
Aku mencintai agamaku dan rakyatku, dua-duanya tak mungkin kupisahkan satu sama lain. Dari agama aku tahu moral dan akidah, sementara dari rakyat aku tahu bagaimana harus bertahan hidup di tengah kesulitan-kesulitan. 
Disini yang kumiliki hanyalah kekuatan hati dan prinsip agama yang selalu kupegang dari waktu ke waktu. Bagiku uang adalah godaan yang sudah tak menggoda lagi. Memang ada kesakitan hati saat tahu bahwa aku telah disakiti oleh beberapa orang. Tapi aku tetap bersabar dan menyerahkan semua kepada tuhan.
***
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar